Thursday, 20 February 2014

Rumah pintar Efata, Mendidik sekaligus Wirausaha


 anak-anak berkebutuhan khusus berlenggak-lenggok di atas karpet merah bak model profesional (abdus salam)

SEMARANG- Lenggak-lenggok di atas karpet merah tidak serta merta hanya bisa dilakukan oleh orang normal. Di Semarang, berjalan di atas karpet merah bisa dilakukan oleh anak-anak yang bekebutuhan khusus seperti anak-anak yang kurang dalam pendengaran. 
Dengan diiringi musik, biarpun para model ini tidak bisa mendengar, namun dengan trik dan kode tersendiri dari sang pelatih, mereka mampu melakukannya bak modeling profesional. 
Para modeling ini diasah keterampilannya oleh rumah pintar anak "Efata",  Sebagai penyambung bakat para penyandang tuna rungu tersebut. "Efata" sebagai rumah pintar anak berkebutuhan khusus gangguan pendengaran memberikan dan melatih anak-anak menjadi apa yang mereka inginkan, seperti bidang modeling dan melukis.
Alhasil mereka yang mempunyai bakat terpendam mampu mengembangkannya dan bisa bersosialisasi layaknya anak-anak normal biasa. 
Menurut pendiri "Efata" Windi Aryadewi (42), lomba modeling anak-anak berkebutuhan khusus yang digelar di Citra Marina ini  mampu menguatkan hati mereka untuk tetap percaya diri dan bisa bersosialisasi dengan anak-anak lainnya. 
"Saya berharap  semoga anak-anak dapat bersekolah di sekolah inklusif pada umumnya dan  berharap Semarang menjadi Kota yang ramah difabel,"ujarnya saat ditemui.
Dalam lomba ini Windi juga menjelaskan bahwa selain lomba modeling juga ada lomba melukis disepatu dan juga membatik. Hasil dari karya anak-anak berkebutuhan khusus ini selain di pamerkan dan dilombakan juga di jual jika ada orang yang berminat.
"Seperti batik-batik yang dipakai ini kita lepas dengan harga seratus ribu'"ujarnya sambil berpromosi.
Hasil penjualan produk anak-anak tersebut nantinya dijadikan kas oleh rumah pintar "Efata" sebagai sumber dana mengembangkan "Efata"
"Efata" sendiri adalah rumah pintar anak berkebutuhan khusus yang dilahirkan sejak 13 Agustus 2013 yang beralamat di jalan Lemah Gempal V No 4 Semarang, disini (Efata) orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus bisa memasukkannya dengan tanpa biaya sepeserpun alias gratis.
Salah satu orang tua dari murid didik "Efata" Juri Sumiyanto (42) warga Simongan ini mengaku terbantu dengan adanya rumah pintar "Efata" tersebut, karena bisa meringankan beban dan membantu buat anaknya bisa menikmati pendidikan layaknya orang-orang normal. 
"Bangga dengan adanya "Efata" karena anak saya bisa beprestasi, apalagi di disini juga gratis,"ujarnya. (Lam)

Harga Sayuran Kubis Mengalami Kenaikan

salah seorang pedagang menjajakan sayuran Kubis di pasar Johar Semarang (Abdus Salam)


SEMARANG- Pasca meletusnya gunung Kelud di Kediri Jawa Timur berpengaruh pada harga sayuran di Pasar Johar Semarang, terutama pada jenis sayuran kubis.
Berdasarkan pantauan di lapangan, kondisi sayuran kubis di pasar Johar Semarang sedikit berkurang, Selasa (18/2). 
Menurut salah seorang  penjual sayuran, 
Martini, harga sayuran setelah terjadinya letusan gunung kelud menjadi terhambat, karena banyak petani yang terkena dampak hujan abu vulkaniknya. 
Menurutnya, kelangkaan berdampak pada sayuran jenis kubis yang mengakibatkan harganya semakin mahal. 
"Semula harganya dua ribu perkilonya sekarang sampai empat ribu rupiah,"ujarnya saat ditemui di lapaknya.
Sedangkan untuk jenis sayuran sawi, daun bawang dan sayuran lainnya masih pada harga normal. 
Pedagang lain menuturkan hal yang sama, selama beberapa hari ini sayuran jenis kubis menjadi naik sampai 4000 ribu rupiah.
"Kalau sayuran-sayuran lain masih normal, cuman untuk kul/kubis ini menjadi, kan petaninya pada gak berani ke sawah karena ada hujan abu, kalaupun ada sayurannya juga layu kena abu itu,"katanya sembari menawarkan sayuran kepada pembeli.
Kebanyakan sayuran-sayuran yang dijual ini didatangkan dari daerah Wonosobo, biarpun jauh dari lokasi gunung kelud, namun daerah Wonosobo juga kena dampak letusan gunung Kelud yang berlokasi di Kediri Jawa Timur.  (Lam)

Harga Cabe Masih Mahal

Beni sedang melayani pembeli di tempat jualannya di Pasar Johar Semarang. (Abdus Salam)
SEMARANG- Harga cabe di pasaran pada bulan ini tercatat tidak begitu stabil. Ketidak stabilnya harga cabe ini bisa dikarenakan banyak bencana yang terjadi di Jawa Tengah seperti, banjir tanah longsor, kondisi jalan yang rusak dan meletusnya gunung Kelud di Kediri beberapa waktu lalu.
Berdasarkan catatan Kepala Bidang Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Jam Jam Zamachsyari bahwa secara umum harga-harga bahan pokok di pasaran sudah mulai turun, namun pemerintah perlu segera melakukan perbaikan infrastruktur yang rusak agar pengendalian dapat dilakukan dengan baik.
"Secara umum harga-harga sudah mulai turun, tapi seperti cabe itu memang banyak orang yang membutuhkan, jadi karena permintaan yang banyak dan kurangnya stok bisa menjadikan harga kembali naik,"ujarnya saat konferensi pers di kantor Otoritas Jasa Keuangan, Rabu, (19/2).
Berdasakan pantauan di lapangan, di Pasar Johar Semarang, harga cabe masih relatif mahal. Seperti cabe merah kriting yang menembus angka Rp 15000 per satu kilogram, cabe setan rawit Rp 35000, cabe ijo teropong Rp 13000, dan cabe ijo keriting Rp 9000. 
Menurut pedagang cabe di pasar Johar Semarang, Beni (40), kondisi harga cabe beberapa hari ini terkendala dengan adanya hujan abu vulkanik, karena sebagian pemasok cabe yang ada di Jawa Tengah seperti, Muntilan, Magelang Wonosobo terkena dampak letusan Gunung Kelud. 
Selain itu, harga cabe juga dipengaruhi jumlah pasokan yang ada di pasaran, kondisi barang ini sangat berpengaruh dengan naik turunnya harga cabe di pasaran. 
"Beberapa hari ini masig tergolong mahal harganya, apalagi kemarin juga sempat terjadi hujan abu, jadi pasokan berkurang," katanya saat ditemui di tempat jualannya.  
Dikatakan Beni, cabe yang tidak laku dan menjadi busuk menjadikan dirinya merugi. Dengan kondisi seperti itu biasanya para pedagang membanting harga yang lebih murah dengan kondisi barang yang jelek. 
"Cabe-cabe yang restan tetap kita jual dengan harga rendah, karena kualitasnya sudah menurun, ini juga membantu mengatasi kerugian,"tambahnya. (Lam)
 

Bencana Terdampak Terahadap Perekonomian

  (dari kiri) Gembong P Nugroho, Putra Nusantara, Y Santoso Wibowo, Edi S Bramiyanto dan Jam Jam Zamachsyari saat melakukan konferensi pers di kantor OJK regional 4. (Abdus Salam)

SEMARANG- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan perwakilan Bank Indonesia Wilayah V, pemerintah provinsi Jawa Tengah, Badan Pusat Statistik Jawa Tengah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Tengah, melakukan konferensi Pers terkait evaluasi dampak bencana yang terjadi selama ini. Pertemuan tersebut terkait tindak lanjut dari koordinasi antara instansi terkait.  
Kepala BUMD propinsi Jawa Tengah Edi S Bramiyanto, yang sekaligus mewakili Pemerintah propinsi Jawa Tengah mengungkapkan bahwa banjir tersebut menimbulkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap sektor ekonomi, seperti tanaman pangan, peternakan dan perikanan.  Untuk sektor tanaman pangan, diperkirakan puluhan ribu hektar padi terendam banjir dan mengalami puso. Maka dari itu pemerintah akan memberikan bantuan bibit kepada para petani. 
"Untuk peternakan sendiri kerugian dialami akibat kematian ternak, baik itu sapi, kambing, domba, kerbau, itik dan lain-lain," ujarnya dalam konferensi pers. 
Untuk sektor kelautan dan perikanan ini juga mengalami kerugian, kerugian terjadi akibat kerusakan aset, antara lain, pompa dan kincir air, saluran tambak, kolam ikan dan benih yang hanyut. Kondisi ini berdampak pada menurunnya volume produksi ikan budidaya sebesar 10-15 persen dari total produksi tahun 2013 yang mencapai 293 ribu ton. 
Dikatakan pula kepala divisi akses keuangan dan UMKM kantor perwakilan BI wilayah V, Putra Nusantara, bahwa banjir juga berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, antara lain karena terganggunyta produksi akibat sawah yang terendam dan puso. 
"Pada sisi lain juga meningkatkan terjadinya inflasi akibat terganggunya jalur pasokan dan distribusi barang,"tambahnya. (Lam)

Pasca Bencana, Kredit Macet Tembus Rp 365,75 M

  Y Santoso Wibowo (tengah) saat menjelaskan kredit macet saat konferensi pers di kantor OJK regional 4. (Abdus Salam)

SEMARANG- Rentetan bencana yang menerjang di wilayah Jawa Tengah belum lama ini telah mengakibatkan sektor perekonomian warga lumpuh. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengidentifikasi kerugian senilai Rp 2,01 triliun pasca bencana banjir dan tanah longsor kemarin.

Diungkapkan Kepala Bidang Infrastruktur dan Prasarana Wilayah Bappeda Jateng, Budi Setyana, seusai acara rapat koordinasi dengan OJK di kantor OJKRegional 4 Jawa Tenga.
Menurut Budi, jumlah kerugian dibagi dalam lima kelompok dengan laporan data dari kabupaten/kota. 
“Tercatat total kerugian sementara Rp 2,01 triliun, dengan nilai terbesar pada sektor ekonomi mencakup pertanian, perkebunan, peternakan dan perdagangan sebesar Rp 872,7 miliar,” ujarnya.

Kelompok lain yang kena dampak yaitu sektor perumahan termasuk prasarana pemukiman sebesar Rp 424,8 miliar. Sementara infrastruktur sendiri meliputi jalan, jembatan, tanggul, sanitasi, irigasi dan perhubungan, teridentifikasi rugi Rp 690,2 miliar. “Namun, identifikasi juga mencatat kerugian pada sektor sosial, kesehatan dan pendidikan senilai Rp 19,4 miliar serta lintas sektor berupa sarana prasarana pemerintahan sebesar Rp 3,3 miliar,” ujarnya.

Selain itu,  kerugian pasca bencana ditanggulangi melalui pemulihan dengan alokasi anggaran Pemprov bekerja sama dengan pemerintah pusat maupun daerah. Pada 2014 pihaknya murni memakai anggaran yang sudah ada yakni Rp 74,5 miliar. “Namun, apabila alokasi belum tepat pakai saat ini sudah disiapkan rencana pengajuan APBD perubahan,” terangnya.

Sementara itu, Kepala OJK Regional 4 Jateng dan DIY, Y Santoso Wibowo, dalam waktu dekat akan mengeluarkan Peraturan OJK yang bisa membuat pelaku kredit yang merugi bisa menerima kredit baru. Di samping itu, pihaknya telah melakukan pendataan dampak langsung dan tidak pada korban banjir. “Dalam hitungannya, pada bulan Desember 2013, potensi yang terkena dampak banjir adalah Rp 365,75 Miliar dari total 1346 rekening nasabah atau 0,21persen dari total kredit Desember 2013,” bebernya.
Santoso menjelaskan, potensi kerugian terbesar pada kredit tersebut ada pada sektor perdagangan dan jasa yakni sebesar Rp 129,28 Miliar, sektor Perikanan Rp 99,13 Miliar, sektor perikanan Rp 71,90 Miliar. Sementara total kredit macet hingga per Jum’at (14/2) sebesar Rp 365.759 Miliar. “Untuk rinciannya, Bank Mandiri Rp 35.150 juta, BRI Rp 111.768 juta, BNI Rp 70.962, CIMB Niaga Rp 0 Rp, BCA 5,5.01 juta, BII Rp 0 Rp,  BPD Jateng Rp 92.368 juta, totalnya 365.759 miliar,"jelasnya. (Lam)