Oleh : Abdus Salam
Desainer Grafis di Lembaga Studi Sosial dan Agama
(eLSA) Semarang
Festival
Film Indonesia (FFI) menjadi moment yang dibanggakan masyarakat insan perfilman
Indonesia, karena event ini merupakan event yang bergengsi dalam dunia
perfilman. Terlebih dengan adanya moment ini, kota yang menjadi tuan rumah
dapat mempromosikan kotanya ke seluruh Indonesia.
Patut
dibanggakan, Semarang bisa menjadi tuan rumah FFI 2013. Ini semua tidak luput
dari kerja keras Pemerintah Kota Semarang, Pemerintah Provinsi dan para panitia penyelenggara FFI 2013.
Bukan
berarti kebanggaan ajang bergengsi itu dinikmati semua masyarakat Semarang.
Tapi perlu dilihat juga dampaknya dari ajang ini. Apakah banyak positifnya apa
negatifnya. Penulis merasa FFI 2013 yang digelar di Semarang cenderung
memaksakan dan merugikan masyarakat, dan juga banyak pelanggarannya.
Coba
kita lihat dari lokasi tempat pesta rakyat yang ada di Lapangan Simpanglima
Semarang. Pemerintah Kota Semarang pernah menggembar-gemborkan kalau Lapangan Simpanglima
tidak boleh digunakan untuk arena konser atau acara yang bersifat komersil,
tapi kenyataannya apa, Pemerintah Kota Semarang yang membuat aturan malah
melanggarnya sendiri. Sungguh memprihatinkan jika punya pemerintahan yang
seenak 'udele dewe'.
Masih
di tempat yang sama, yaitu di Lapangan Simpanglima Semarang yang katanya pesta
rakyat, kenapa yang terjadi dalam bentuk bazaar UMKM. Yang namanya pesta rakyat
sudah pasti pesta buat rakyat, jadi di dalamnya semua tersedia untuk rakyat
yang tidak lain serba gratis tersedia para pengunjung. Tapi apa, hanya
segelintir stand yang menyediakan fasilitas gratis itu pun karena program dari
sponsor stand tersebut. Apa ini namanya
pesta rakyat FFI 2013, saya rasa bukan, melainkan bazar UMKM FFI 2013.
Suasana
yang aneh juga terjadi ketika pawai artis yang dimulai dari Balaikota Semarang
sampai halaman Gubernuran. Di mana pada jam-jam pelajaran justru para anak-anak
sekolah digiring untuk menjadi pagar betis disepanjang jalan. Lebih menyedihkan
lagi terjadi ketika dari salah satu sekolah memberikan tugas kepada muridnya
membuat laporan rentetan acara FFI 2013 dengan syarat harus mendapatkan tanda
tangan artis.
Suasana
riuh dan sedih terlihat di halaman Gubernuran ketika para siswa berebut minta
tanda tangan artis, tapi ambisi siswa untuk mendapatkan tanda tangan itu kandas
karena harus bermain kucing-kucingan dengan panitia yang mengawal para artis.
Akan Dihukum
Ketakutan
dan kesedihan justru nampak dari delapan siswa SMP 10 lain. Mereka mengaku
datang ke pawai FFI sekitar pukul 09.00 diantarkan guru. Tetapi tak berapa lama
gurunya pergi sembari meninggalkan tugas jika tidak mendapat tanda tangan akan
dihukum. Hingga pukul 14.00, siswa terlihat masih menunggu. ”Setelah pelajaran,
datang ke halaman gubernuran diantar guru Bahasa Indonesia. Diberi tugas
membuat laporan FFI, katanya lagi harus dapat tanda tangan artis karena kalau
tidak kami akan dihukum. Yang diberi tugas siswa kelas VII dan VIII,” ungkap
mereka. (Koran Barometer, Senin (9/12).
Tidak
berhenti sampai di situ, berapa jumlah nominal rupiah yang dikeluarkan untuk
ajang FFI 2013 ini? Tidak sedikit pastinya. Uang dari mana yang digunakan itu,
uang sponsor? terlalu munafik jika mengandalkan dari pihak sponsor. Apa uang rakyat?
itu malah memungkinkan, pasalnya pemerintah pusat (kementerian ekonomi kreatif
dan pariwisata), pemerintahan kota Semarang dan pemerintahan provinsi
menganggarkan dana untuk event yang katanya bergensi ini. Kalau sudah pakai
uang rakyat, apa rakyat diuntungkan? saya rasa tidak sama sekali, hanya pihak
yang terkait saja yang diuntungkan.
Mengutip
berita di koran Barometer edisi Sabtu (7/12),
menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah, Prasetyo
Aribowo, menuturkan, pameran Usaha Kecil Menengah (UKM) ini digelar untuk
menyemarakkan Festival Film Indonesia (FFI) 2013. "Totalnya ada 70 stand
UKM dan masing-masing kabupaten/kota ikut terlibat. Jadi, kami memberikan dua
stand", ungkapnya.
Lebih
jauh dia menambahkan, pihaknya juga memberikan anggaran untuk FFI 2013 itu
sebesar Rp 2,5 miliar. "Jadi, jumlah pengeluaran itu tidak besar, meski
jika dibandingkan dengan anggaran yang dikeluarkan pemerintah pusat cukup besar
yakni sebesar Rp 16,5 miliar," terangnya.
Dari
kutipan berita di atas terlihat jelas, berapa anggaran yang dikeluarkan untuk
acara FFI 2013, Rp 16,5 miliar, ukiran angka yang fantastis. Hanya sekedar
acara penganugrahan, pemerintah dengan mudahnya menggelontorkan nominal sebesar
itu. Apa ada anggaran khusus buat acara FFI 2013? Kalaupun ada itu baru
direalisasikan tahun 2014, tapi kenapa tahun 2013 sudah turun anggarannya?
mengambil dari anggaran apa? kenapa bisa sebesar itu cuman buat acara yang
tidak ada untungnya buat masyarakat.
Selain
itu, transparansi anggaran yang dikeluarkan
juga tidak jelas. Jumlah Rp 16,5 miliar itu apa murni anggaran dari pusat atau
gabungan dari pusat, kota dan Jateng?
Dari
nominal saja, sudah banyak kecurigaan, kalau memang gabungan seharusnya ada
kejelasan, dari pusat berapa, pemkot dan pemprov berapa? Dari anggaran saja
sudah semrawut gini, benar-benar permainan proyek buat kalangan pemerintah.
Diberitakan
Koran Barometer Selasa (10/12), Konon, FFI 2013 di Semarang menghabiskan dana
sekitar Rp 14 miliar. Dari dana sebesar itu, dalam APBD Jawa Tengah maupun APBD
Kota Semarang 2013, tidak ada sedikitpun anggaran yang menyebutkan sebagai
suplai dana FFI. Namun jika dilihat dari sisi penyelenggaraan, baik Pemprov
Jateng maupun Pemkot Semarang terlibat secara aktif.
“Secepatnya
kami akan klarifikasi pendanaan FFI ke panitia, Pemkot dan Pemprov. Ini penting
agar tidak ada uang Negara yang digunakan untuk pesta para artis ini. Sebagai
anggota masyarakat, kami tentu memiliki hak untuk itu,” kata Rahmat, Sekretaris
Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jateng, saat berkunjung ke
Redaksi Barometer, Senin (9/12). (Koran barometer edisi Selasa (10/12).