Sunday, 29 December 2013

FFI 2013, Menjunjung atau Membanting ?


 
Abdus Salam
Oleh : Abdus Salam
Desainer Grafis di Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang

Festival Film Indonesia (FFI) menjadi moment yang dibanggakan masyarakat insan perfilman Indonesia, karena event ini merupakan event yang bergengsi dalam dunia perfilman. Terlebih dengan adanya moment ini, kota yang menjadi tuan rumah dapat mempromosikan kotanya ke seluruh Indonesia.
Patut dibanggakan, Semarang bisa menjadi tuan rumah FFI 2013. Ini semua tidak luput dari kerja keras Pemerintah Kota Semarang, Pemerintah Provinsi dan  para panitia penyelenggara FFI 2013.
Bukan berarti kebanggaan ajang bergengsi itu dinikmati semua masyarakat Semarang. Tapi perlu dilihat juga dampaknya dari ajang ini. Apakah banyak positifnya apa negatifnya. Penulis merasa FFI 2013 yang digelar di Semarang cenderung memaksakan dan merugikan masyarakat, dan juga banyak pelanggarannya.
Coba kita lihat dari lokasi tempat pesta rakyat yang ada di Lapangan Simpanglima Semarang. Pemerintah Kota Semarang pernah menggembar-gemborkan kalau Lapangan Simpanglima tidak boleh digunakan untuk arena konser atau acara yang bersifat komersil, tapi kenyataannya apa, Pemerintah Kota Semarang yang membuat aturan malah melanggarnya sendiri. Sungguh memprihatinkan jika punya pemerintahan yang seenak 'udele dewe'.
Masih di tempat yang sama, yaitu di Lapangan Simpanglima Semarang yang katanya pesta rakyat, kenapa yang terjadi dalam bentuk bazaar UMKM. Yang namanya pesta rakyat sudah pasti pesta buat rakyat, jadi di dalamnya semua tersedia untuk rakyat yang tidak lain serba gratis tersedia para pengunjung. Tapi apa, hanya segelintir stand yang menyediakan fasilitas gratis itu pun karena program dari sponsor stand tersebut.  Apa ini namanya pesta rakyat FFI 2013, saya rasa bukan, melainkan bazar UMKM FFI 2013.
Suasana yang aneh juga terjadi ketika pawai artis yang dimulai dari Balaikota Semarang sampai halaman Gubernuran. Di mana pada jam-jam pelajaran justru para anak-anak sekolah digiring untuk menjadi pagar betis disepanjang jalan. Lebih menyedihkan lagi terjadi ketika dari salah satu sekolah memberikan tugas kepada muridnya membuat laporan rentetan acara FFI 2013 dengan syarat harus mendapatkan tanda tangan artis.
Suasana riuh dan sedih terlihat di halaman Gubernuran ketika para siswa berebut minta tanda tangan artis, tapi ambisi siswa untuk mendapatkan tanda tangan itu kandas karena harus bermain kucing-kucingan dengan panitia yang mengawal para artis.
Akan Dihukum
Ketakutan dan kesedihan justru nampak dari delapan siswa SMP 10 lain. Mereka mengaku datang ke pawai FFI sekitar pukul 09.00 diantarkan guru. Tetapi tak berapa lama gurunya pergi sembari meninggalkan tugas jika tidak mendapat tanda tangan akan dihukum. Hingga pukul 14.00, siswa terlihat masih menunggu. ”Setelah pelajaran, datang ke halaman gubernuran diantar guru Bahasa Indonesia. Diberi tugas membuat laporan FFI, katanya lagi harus dapat tanda tangan artis karena kalau tidak kami akan dihukum. Yang diberi tugas siswa kelas VII dan VIII,” ungkap mereka. (Koran Barometer, Senin (9/12).
Tidak berhenti sampai di situ, berapa jumlah nominal rupiah yang dikeluarkan untuk ajang FFI 2013 ini? Tidak sedikit pastinya. Uang dari mana yang digunakan itu, uang sponsor? terlalu munafik jika mengandalkan dari pihak sponsor. Apa uang rakyat? itu malah memungkinkan, pasalnya pemerintah pusat (kementerian ekonomi kreatif dan pariwisata), pemerintahan kota Semarang dan pemerintahan provinsi menganggarkan dana untuk event yang katanya bergensi ini. Kalau sudah pakai uang rakyat, apa rakyat diuntungkan? saya rasa tidak sama sekali, hanya pihak yang terkait saja yang diuntungkan.
Mengutip berita di koran Barometer edisi Sabtu (7/12),  menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah, Prasetyo Aribowo, menuturkan, pameran Usaha Kecil Menengah (UKM) ini digelar untuk menyemarakkan Festival Film Indonesia (FFI) 2013. "Totalnya ada 70 stand UKM dan masing-masing kabupaten/kota ikut terlibat. Jadi, kami memberikan dua stand", ungkapnya.
Lebih jauh dia menambahkan, pihaknya juga memberikan anggaran untuk FFI 2013 itu sebesar Rp 2,5 miliar. "Jadi, jumlah pengeluaran itu tidak besar, meski jika dibandingkan dengan anggaran yang dikeluarkan pemerintah pusat cukup besar yakni sebesar Rp 16,5 miliar," terangnya.
Dari kutipan berita di atas terlihat jelas, berapa anggaran yang dikeluarkan untuk acara FFI 2013, Rp 16,5 miliar, ukiran angka yang fantastis. Hanya sekedar acara penganugrahan, pemerintah dengan mudahnya menggelontorkan nominal sebesar itu. Apa ada anggaran khusus buat acara FFI 2013? Kalaupun ada itu baru direalisasikan tahun 2014, tapi kenapa tahun 2013 sudah turun anggarannya? mengambil  dari anggaran apa?  kenapa bisa sebesar itu cuman buat acara yang tidak ada untungnya buat masyarakat.
Selain itu,  transparansi anggaran yang dikeluarkan juga tidak jelas. Jumlah Rp 16,5 miliar itu apa murni anggaran dari pusat atau gabungan dari pusat, kota dan Jateng?
Dari nominal saja, sudah banyak kecurigaan, kalau memang gabungan seharusnya ada kejelasan, dari pusat berapa, pemkot dan pemprov berapa? Dari anggaran saja sudah semrawut gini, benar-benar permainan proyek buat kalangan pemerintah.
Diberitakan Koran Barometer Selasa (10/12), Konon, FFI 2013 di Semarang menghabiskan dana sekitar Rp 14 miliar. Dari dana sebesar itu, dalam APBD Jawa Tengah maupun APBD Kota Semarang 2013, tidak ada sedikitpun anggaran yang menyebutkan sebagai suplai dana FFI. Namun jika dilihat dari sisi penyelenggaraan, baik Pemprov Jateng maupun Pemkot Semarang terlibat secara aktif.
“Secepatnya kami akan klarifikasi pendanaan FFI ke panitia, Pemkot dan Pemprov. Ini penting agar tidak ada uang Negara yang digunakan untuk pesta para artis ini. Sebagai anggota masyarakat, kami tentu memiliki hak untuk itu,” kata Rahmat, Sekretaris Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jateng, saat berkunjung ke Redaksi Barometer, Senin (9/12). (Koran barometer edisi Selasa (10/12).




0 comments:

Post a Comment